DARI Abu Hurairah ra dari
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Benar-benar
akan datang kepada manusia suatu masa, pada saat itu orang tidak lagi
mempedulikan dari mana ia mendapatkan harta kekayaan, apakah dari jalan yang
halal ataukah jalan yang haram,” (HR. Bukhari : Kitab
al-buyu’ bab man lam yubali min haitsu kasaba al-mal no. 2059
bab qauluhu ta’ala Ali Imran : 130 no. 2083, An-Nasa’i
dan Ahmad).
Musibah, bencana alam,
keserakahan manusia, gaya hidup hedonis yang tamak dan rakus, semuanya
merupakan pemicu munculnya ketidakseimbangan, baik pada alam maupun secara
sosial. Dari sudut pandang sunnatullah, semua itu merupakan bentuk ujian yang
Allah berikan kepada setiap manusia. Namun, dari sudut pandang human’s
behaviour (perilaku manusia), maka semua musibah itu adalah akibat
tingkah laku mereka.
Semua bencana itu akan
berimbas pada problem kemanusiaan. Ekonomi merosot, persediaan pangan
terancam, lahan pekerjaan menjadi sempit, sementara kebutuhan manusia terus
berjalan dan cenderung melonjak, baik karena faktor pertambahan penduduk maupun
berubah gaya hidup manusia yang cenderung materialistik.
Dalam kondisi seperti itu,
sering kali manusia menjadi gelap mata manakala kebutuhan mereka tidak
terpenuhi. Perut yang lapar dan tuntuan hidup orang-orang yang ditanggungnya
(anak dan istri), mau tidak mau akan memaksa mereka untuk menempuh jalan yang
mungkin saja berujung pada sikap menghalalkan segala cara; yang terpenting
perut bisa diganjal, anak dan istri tidak lagi menangis kelaparan dan
kebutuhannya terpenuhi.
Inilah kondisi di mana hari
ini kita hidup. Faktor kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin tidak
dipungkiri menjadi pemicu lahirnya keinginan manusia untuk mencari keadilan
dengan cara-cara haram. [Sumber: akhirzaman]