Menuntut ilmu hukumnya sangat wajib bagi
setiap muslim yang berakal, baik miskin atau kaya, orang kampung atau pun orang
kota, selama dia berakal sehat wajib hukumnya menuntut ilmu. Dikatakan dalam
Hadis :
Dalam kajian hukum Islam, bahwa standar hidup
yang ideal bagi manusia adalah Haddul Kifâyah, Lâ Haddul Kafaf (batas
kecukupan, bukan batas pas-pasan)[1]. Dan kita tahu bahwa kewajiban dalam
menuntut ilmu dimulai dari rahim ibu sampai liang lahat. Dengan demikian untuk
memenuhi standar hidup yang ideal hendaknya tidak hanya pas-pasan. Dalam kitab
“Ta’lim al-Muta’allim” yang ditulis oleh Imam Al-Zarnuji, beliau menulis bahwa
syarat-syarat mencari ilmu ada 6, yaitu:
1. Cerdas
1. Cerdas
Cerdas
adalah salah satu syarat untuk menuntut ilmu. Kecerdasan adalah bagian dari
pengaruh keturunan jalur psikis. Dari ayah dan bunda yang cerdas akan lahir
anak-anak yang cerdas, kecuali adanya sebab-sebab yang memungkinkan menjadi
penghalang transformasi sifat-sifat tersebut baik situasi fisis maupun psikis. Sehat
jasmani dan lemah jasmani, makanan bayi dalam kandungan maupun situasi psikis
ayah bunda seperti semangat dan himmah menuntut ilmu, melakukan kejahatan,
emosi, maupun warna pikiran akan ikut memberikan pengaruh yang besar bagi
keturunan. Itulah buktinya bahwa dari ayah dan bunda yang sama akan lahir
anak-anak dengan kondisi fisik, watak, sifat dan kecerdasan yang berbeda.
Tentang
kaitan keturunan dengan ilmu pengetahuan maka kita perlu mengingat bahwa yang
diturunkan dari orangtua adalah tingkat kecerdasannya saja bukan kekayaan ilmu
pengetahuan. Kekayaan ilmu pengetahuan tidak ada jalan lain kecuali belajar
dengan baik. Sabda nabi Saw:
“Bahwasanya ilmu itu diperoleh dengan
(melalui) belajar”. Al-Hadis
Dan yang menjadi
masalah sekarang bagaimana anak yang cerdas (karena keturunan) tetapi tidak
memiliki ketekunan dan kesungguhan dalam menuntut ilmu, jawabannya sudah pasti
bahwa dia tidak akan menjadi orang pandai/‘Alim.
2.
Rakus
Rakus
adalah (punya kemauan dan semangat untuk berusaha mencari ilmu)
“Kejarlah cita-citamu setinggi langit”. Peribahasa ini memberikan arti bercita-citalah setinggi-tingginya dan raihlah cita-cita itu sampai dimana pun. Peribahasa tersebut memberikan motivasi kepada kita untuk pantang menyerah mengejar cita-cita (pendidikan) kita. Orang yang menuntut ilmu haruslah seperti peribahasa di atas: “selalu berusaha dan berusaha menuntut ilmu untuk mencapai cita-cita yang tinggi”. Bahkan menurut Imam as-Syafi’i, dalam menuntut ilmu janganlah langsung merasa puas terhadap apa yang telah didapat dan jangan hanya menuntut ilmu di satu daerah saja.
“Kejarlah cita-citamu setinggi langit”. Peribahasa ini memberikan arti bercita-citalah setinggi-tingginya dan raihlah cita-cita itu sampai dimana pun. Peribahasa tersebut memberikan motivasi kepada kita untuk pantang menyerah mengejar cita-cita (pendidikan) kita. Orang yang menuntut ilmu haruslah seperti peribahasa di atas: “selalu berusaha dan berusaha menuntut ilmu untuk mencapai cita-cita yang tinggi”. Bahkan menurut Imam as-Syafi’i, dalam menuntut ilmu janganlah langsung merasa puas terhadap apa yang telah didapat dan jangan hanya menuntut ilmu di satu daerah saja.
“Tidak cukup teman belajar di dalam negeri
atau dalam satu negeri saja, tapi pergilah belajar di luar negeri, di sana
banyak teman-teman baru pengganti teman sejawat lama, jangan takut sengsara,
jangan takut menderita, kenikmatan hidup dapat dirasakan sesudah menderita.”
(diambil dari kitab Sejarah Hidup dan Silsilah Syekh Kiyai Muhammad Nawawi
Tanara Banten yang ditulis oleh H. Rofiuddin. Hal. 4).
Dan ada tiga kategori
manusia: Berjaya: jika hari ini lebih baik dari kemarin, Terpedaya:
hari ini sama seperti kemarin, Celaka:
hari ini lebih buruk dari kemarin.
3. Penuh Perjuanagan dan Sabar
Dikutip
dari bukunya Prof. KH. Ali Yafie “Manusia dan Kehidupan” bahwa manusia pada
hakekatnya dihadapkan kepada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab
(tantangan). Seorang manusia harus mampu menjawab berbagai pertanyaan
menyangkut kehidupannya yang terkait dengan berbagai tantangan dan persoalan. Seorang
yang menuntut ilmu sudah barang tentu akan menghadapi macam-macam gangguan dan
rintangan. Selain berusaha maka bersabarlah untuk menghadapi semuanya itu, dan
perlu diketahui bahwa sabar adalah sebagian dari Iman, “As-Shobru mina
al-îmân”. Dan Sabar disini mengandung arti tabah, tahan menghadapi cobaan atau
menerima pada perkara yang tidak disenangi atau tidak mengenakan dengan ridha
dan menyerahkan diri kepada Allah Swt. Sabda nabi Saw:
“Bersabar adalah cahaya yang gilang-gemilang”.
Akan
tetapi kesabaran disini harus diartikan dalam pengertian yang aktif bukan dalam
pengertian yang pasif. Artinya nrimo (menerima) apa adanya tanpa usaha untuk
memperbaiki keadaan. Sesuai ajaran agama pengertian sabar dan kata-kata sabar
itu misalnya dapat ditemukan di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran. Yakni satu
surat yang terdiri dari 200 ayat yang menjelaskan tentang keseluruhan
perjuangan besar dan berat yang telah dilakukan rasulullah Saw sepanjang
hidupnya dan itu semua direkam dalam Surat Ali Imran. Ada dua perjuangan berat
dan sangat menentukan yaitu pertempuran badar dan uhud. Di dalamnya terdapat
banyak kata-kata sabar, tetapi kata-kata sabar itu selalu diletakan dalam
konteks perjuangan bukan dalam konteks seseorang ditimpa musibah. Dengan
demikian dapat diperoleh gambaran dan kesimpulan pengertian bahwa sabar yang
aktif itu artinya suatu mentalitas ketahanan belajar, memiliki mental yang kuat
untuk tekun belajar dan berusaha keras seoptimal mungkin dengan penuh daya
tahan, tidak jemu, tidak bermalas-malasan, tetapi belajar dengan penuh
semangat. Selain itu, dalam belajar harus berkonsentrasi (Khudzurul Qalb)
karena jika belajar pikirannya bercabang maka tidak bisa optimal. Salah satu
bagian dari sabar adalah Khudzurul Qalb.
4. Bekal (biaya)
Setiap
perjuangan pasti ada pengorbanan, itulah logikanya, manusia menjalani hidup ini
butuh pengorbanan begitupun menuntut ilmu. Biasanya, dalam hal
biaya ini menjadi dalih masyarakat yang sangat utama dalam menuntut ilmu
khususnya pada pendidikan formal. Sehingga ketika ditanya salah seorang yang
tidak belajar di pendidikan formal misalnya, “kenapa kamu atau dia tidak
sekolah?” jawabannya sungguh gampang sekali, “saya atau dia tidak sekolah
karena tidak punya biaya.
Seperti
dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan wajib hukumnya bagi setiap muslim, dan
dijelaskan lagi dalam hadis “Tuntutlah ilmu mulai dari rahim ibu sampai liang
lahat”. Dari hadis tersebut kita bisa mengetahui bahwa, seumur hidup kita wajib
menuntut ilmu. Pendidikan bukan hanya pendidikan formal tetapi non formal pun
ada. Rasul menjanjikan kepada para penuntut ilmu,
“Sesungguhnya Allah pasti mencukupkan
rezekinya bagi orang yang menuntut ilmu”
Dalam lafal hadis di atas tertulis lafazh takaffala dengan menggunakan fi’il madhy yang aslinya mempunyai arti ‘telah mencukupkan’ yang “seolah-olah” sudah terjadi. Maka lafazh tersebut mempunyai makna pasti, asalkan dibarengi dengan keyakinan terhadap kekuasaan Allah. Dan yakinkanlah bagi para penuntut ilmu walaupun dengan segala kekurangan (biaya) pasti mampu atau bisa menyelesaikan pendidikan. Karena pasti akan ada jalan lain selama manusia berusaha dan yakin terhadap kekuasaan dan pertolongan Allah Al-Yaqinu Lâ Yuzâlu bi as-Syak Artinya: ”keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keragu-raguan”. Dan akhirnya maka tidak ada alasan orang tidak bisa menuntut ilmu karena biaya, seperti keterangan sebelumnya carilah jalan lain, solusi lain untuk bisa menuntut ilmu.
Dalam lafal hadis di atas tertulis lafazh takaffala dengan menggunakan fi’il madhy yang aslinya mempunyai arti ‘telah mencukupkan’ yang “seolah-olah” sudah terjadi. Maka lafazh tersebut mempunyai makna pasti, asalkan dibarengi dengan keyakinan terhadap kekuasaan Allah. Dan yakinkanlah bagi para penuntut ilmu walaupun dengan segala kekurangan (biaya) pasti mampu atau bisa menyelesaikan pendidikan. Karena pasti akan ada jalan lain selama manusia berusaha dan yakin terhadap kekuasaan dan pertolongan Allah Al-Yaqinu Lâ Yuzâlu bi as-Syak Artinya: ”keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keragu-raguan”. Dan akhirnya maka tidak ada alasan orang tidak bisa menuntut ilmu karena biaya, seperti keterangan sebelumnya carilah jalan lain, solusi lain untuk bisa menuntut ilmu.
5. Bersahabat dengan Guru
Ilmu
didapat dengan dua cara. Pertama dengan bil kasbi. Yakni didapat dengan cara
usaha keras sebagaimana layaknya pencari ilmu biasa. Ia belajar menuntut ilmu
dengan tekun belajar dari bimbingan yang benar. Kedua dengan bil kasyfi. Yakni
dengan cara mendekatkan diri kepada Allah Swt secara total. Dengan kedekatannya
kepada Allah Swt, Allah akan memberi apa yang ia minta. Cara ini adalah cara
untuk orang khusus. Sebagai penuntut ilmu berusahalah semaksimal mungkin untuk
dapat mengkorelasikan keduanya. Juga, berusaha semaksimal mungkin untuk
mendapat petunjuk guru karena tanpa petunjuk guru dan tanpa taqarrub (ibadah
mendekatkan diri) total kepada Allah bisa jadi ilmu tersebut datangnya dari
iblis la’natullah ‘alaih. Profesionalisme guru artinya seorang guru harus mampu
menguasai pelajaran sesuai dengan bidangnya.
Sebagai
guru haruslah mempunyai sifat-sifat yang mencerminkan kemuliaan ilmu dan
tabi’at (akhlaq) yang baik. Kita analogikan seorang petani profesional akan
merawat tanamannya dari rumput pengganggu, ia akan membasmi hama dan
penyakitnya. Demikian pula seorang pendidik haruslah membersihkan dirinya dari
segala kebiasaan buruk dalam masyarakat. Ia akan tanggap dan waspada dengan
para penyeru maksiat. Hendaklah ia membenahi dirinya sebelum ia menebarkan
benih-benihnya. Ia harus menanamnya dalam lahan yang subur. Hendaklah ia
menyibukkan diri dengan amal kebaikan, kesibukan-kesibukan akhirat yang akan
menjadi tameng dari syahwat dan syubhat. Kemudian sebaik-baik pendidik adalah yang
konsisten dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang tercermin lewat akhlak dan
amalan-amalannya yang shalih. Cerdas dalam mendeteksi penyakit hati serta
berpengalaman dalam mengobatinya, remaja yang tumbuh dari
pendidikan—tarbiyah—yang baik maka akan menjadi buah yang segar nan ranum. Ia
bermanfaat bagi diri dan masyarakat sekitar.
Beberapa
ciri-ciri tabi’at guru (pendidik) yang harus ditanamkan adalah sebagai berikut:
Mencintai
pekerjaannya sebagai guru
Adil terhadap semua murid
Sabar dan tenang
Berwibawa (dilihat dari ilmu dan
taqwanya) serta kemampuan memengaruhi orang lain
Selalu ikhlas mendoakan muridnya
Berusaha ikhlas mengajarkan ilmunya.
6.
Waktu yang lama
Maksudnya
selesaikanlah pendidikan itu samapai tuntas, jangan sampai berhenti di tengah
jalan.