Allahu Akbar 2x Walillahilhamdu.
Ikhwani Kaum Muslimin yang Berbahagia.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas izin dan
kasih sayang-Nya, kita kembali hadir di tempat ini. Rasanya baru
kemarin kita berkumpul di sini merayakan Idul Fitri sebagai hari
kemenangan melawan nafsu. Hari ini kita berkumpul lagi dalam perayaan
Iedul Adha sebagai simbol persatuan kaum Muslimin. Satu milyar lebih
kaum muslimin saat ini sedang merajut kebersamaan dengan ikatan aqidah
yang kokoh. Jarak yang jauh, suku, bangsa dan bahasa yang berbeda, kini
menyatu dalam sebuah ritual besar, yaitu hari raya Iedul Adha.
Suara
takbir, tahmid dan tahlil yang menggema ke angkasa sejak terbenam
matahari kemarin, hingga selesainya hari tasyrik tanggal 13 dzulhijjah
adalah proklamasi persatuan umat Islam sedunia. Kita menyaksikan betapa
indahnya kebersamaan Kaum Muslimin mendatangi shalat ied, dan betapa
kuatnya pertautan hati mereka dalam ruku’ dan sujud di hadapan sang
Khaliqnya. Prosesi ini bernilai sakral dan berimplikasi nyata dalam
membangun kekuatan umat Islam.
Suasana yang sama hari ini, juga
dirasakan jutaan kaum muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji di
Baitullah. Mereka datang dari seluruh penjuru dunia dengan niat dan
tekad yang sama, mencapai haji yang mabrur. Prosesi ibadah haji ini, di
samping bermakna ritual pelaksanaan rukun Islam, juga menjadi simbol
persatuan umat Islam. Alhamdulillah, peserta ibadah haji terus meningkat
dan tahun berikutnya sudah menunggu antrian panjang.
Semoga
makna persatuan dari perayaan hari raya Idul Adha hari ini, menjadi
spirit bersama dalam menyatukan potensi umat Islam. Saatnya kita sadar,
bahwa Peradaban Islam yang pernah jaya selama puluhan abad, hanya bisa
diulang dengan persatuan dan kebersamaan. Saatnya kita akhiri
pertentangan yang menjerumuskan umat kita sendiri. Hari ini kita bangkit
dan kibarkan panji persatuan Umat Islam sedunia.
Allahu Akbar 2x Walillahilhamdu
Ikhwani Kaum Muslimin yang Berbahagia
Di tengah kebersamaan merayakan Iedul Adha ini, kita sejenak perlu
mengenang keteladanan Nabiullah Ibrahim a.s. dan Siti Hajar a.s. dalam
melahirkan seorang generasi teladan bernama Ismail. Keberhasilan mereka
berdua dalam mendidik putranya adalah sebuah pola pendidikan yang telah
terbukti melahirkan seorang generasi berpredikat nabi. Keshalehan dan
keta’atan Ismail diabadikan Allah SWT dalam al-Qur’an dan sejarah
hidupnya menjadi napak tilas pelaksanaan ibadah haji sampai hari ini.
Penyembelihan
hewan qurban yang menjadi bagian dari syari’at Islam, yang insya Allah
kita laksanakan setelah shalat ied ini adalah bentuk penjelmaan dari
ketaqwaan Ismail kepada Tuhannya. Ismail a.s. ikhlash menerima tawaran
ayahandanya untuk disembelih sebagai pembuktian cintanya kepada Allah
SWT. Dia telah mampu mengalahkan keinginan nafsu dan tuntutan dunianya,
karena sadar bahwa cinta dan ridhanya kepada Allah melebihi segalanya.
Untuk
itu, kepada segenap umat Islam yang menyembelih hewan qurban hari ini
dan tiga hari tasyrik berikutnya, berqurbanlah dengan ikhlas dengan
landasan cinta dan taqwa kepada Allah SWT. hindarkan diri dari riya’ dan
motivasi yang bisa merusak pahala qurban. Allah SWT berfirtman:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah Telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu
mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al Haj : 37)
Allahu Akbar 2x Walillahilhamdu
Ikhwani Kaum Muslimin yang Berbahagia
Bagaimana pola Ibrahim mencetak kader berpredikat nabi itu? Al-Qur’an
memberi gambaran dengan tahapan yang sitematis dan detail. Hal ini
dapat kita fahami dengan penjelasan berikut:
Pertama Visi
pendidikan Ibrahim adalah mencetak generasi shaleh yang menyembah hanya
kepada Allah SWT. Dalam penantian panjang beliau berdo’a agar diberi
generasi shaleh yang dapat melanjutkan perjuangan agama tauhid. Visi
Ibrahim ini diabadikan Allah SWT dalam al-Qur’an: “Ya Tuhanku,
anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang
saleh.” (Q.S. Ash Shaaffaat : 100)
Ibrahim sangat konsisten dengan
visi ini, tidak pernah terpengaruh predikat dan titel-titel selain
keshalehan. Dalam mentransfer nilai kepada anaknya, Ibrahim selalu
bertanya Maata’buduuna min ba’dii bukan Maata’kuluuna min ba’dii. “Nak,
apa yang kau sembah sepeninggalku?” bukan pertanyaan “Apa yang kamu
makan sepeninggalku?” Ibrahim tidak terlalu khawatir akan nasib ekonomi
anaknya tapi Ibrahim sangat khawatir ketika anaknya nanti menyembah
tuhan selain Allah SWT.
Kedua, Misi pendidikan Ibrahim adalah
mengantar Ismail dan putra-putranya mengikuti ajaran Islam secara
totalitas. Keta’atan ini dimaksudkan sebagai proteksi agar tidak
terkontaminasi dengan ajaran berhala yang telah mapan di sekitarnya .
Allah SWT menjelaskan harapan Ibrahim dengan sebuah do’anya: “Dan
Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula
Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah
memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk
agama Islam”. (Q.S. Al Baqarah : 132)
Ketiga, Kurikulum
pendidikan Ibrahim juga sangat lengkap. Muatannya telah menyentuh
kebutuhan dasar manusia. Aspek yang dikembangkan meliputi: Tilawah untuk
pencerahan intelektual, Tazkiyah untuk penguatan spiritual, Taklim
untuk pengembangan keilmuan dan Hikmah sebagai panduan operasional dalam
amal-amal kebajikan.
Muatan-muatan strategis pendidikan Ibrahim
tersebut, Allah SWT telah jelaskan secara terperinci dalam firman-Nya:
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah)
serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi
Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Baqarah : 129)
Keempat Lingkungan
pendidikan Ibrahim untuk putranya bersih dari virus aqidah dan akhlaq.
Beliau dijauhkan dari berhala dunia, fikiran sesat, budaya jahiliyah dan
prilaku sosial yang tercela. Hal ini dipilih agar fikiran dan jiwanya
terhindar dari kebiasaan buruk di sekitarnya.
Selain jauh dari
perilaku yang tercelah, tempat pendidikan Ismail juga dirancang menjadi
satu kesatuan dengan pusat ibadah ‘Baitullah’. Hal ini dipilih agar
Ismail tumbuh dalam suasana spritual, beribadah (shalat) hanya untuk
Allah SWT. Kiat ini sangat strategis karena faktor lingkungan sangat
berpengaruh kepada perkembangan kejiwaan anak di sekitarnya.
Pemilihan tempat (bi’ah) yang strategis untuk pendidikan Ismail secara
khusus Allah SWT abadikan dalam al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya:
Artinya:
“Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah
Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu)
agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan,
Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.S. Ibrahim : 37)
Allahu Akbar 2x Walillahailhamdu
Ikhwanie Kaum Muslimin yang Berbahagia
Pendidikan Nabiullah Ibrahim memang patut dicontoh. Beliaulah
satu-satunya nabi yang berhasil mengantar semua anaknya menjadi nabi.
Dan dari keturunan anak cucu beliau muncul nabi akhir zaman, yaitu
Rasulullah Muhammad SAW.
Bagaimana dengan hasil pendidikan kita.
Susah untuk membandingkannya, realitas anak didik kita hari ini sangat
jauh dari hasil yang dicapai Ibrahim mendidik anak cucunya. Kita harus
jujur bahwa hari ini kita mengalami degradasi moral yang parah. Para
anak didik kita kehilangan orientasi dan celupan nilai. Yang terjadi
adalah penetrasi budaya luar membentuk prilaku baru yang jauh dari
nilai-nilai keislaman.
Kita sudah lama dan berulang-ulang mendengar
dan menyaksikan betapa suramnya masa depan anak didik kita. Tapi hasil
penelitian Lembaga Survei Annisa tahun 2006 (hasil yang sama dengan
survei BKKBN 2002) tentang seks bebas para pelajar menjadi berita yang
menyesakkan dada. Khususnya di Jawa Barat sebagai sampel, siswi SMP dan
SMA yang terang-terangan mengaku melakaukan hubungan seks pranikah
mencapai 45 persen. Berarti di antara 10 orang siswi kita, separuh di
antaranya telah berbuat asusila tersebut.
Na’udzubillahi minzalik.
Dampak yang sangat tragis adalah terjangkitnya AIDS dan HIV pada anak
didik kita. Menurut data Departemen Kesehatan RI, penderita HIV/AIDS
usia 15 – 25 tahun hingga September 2007 mencapai jumlah 5587 orang,
tentu yang belum terdata lebih besar jumlahnya. Penyakit yang hanya
tunggu maut ini, sebagian besar terjangkit lewat hubungan seksual di
luar ikatan pernikahan.
Yang tidak kalah bahayanya adalah
Narkoba. barang haram ini sudah bisa ditemukan di sembarang tempat.
Meski ada larangan, tapi peredarannya semakin meluas. Terakhir Lembaga
Pemasyarakatan sebagai tempat rehabilitasi mental dan moral masyarakat
juga ditemukan jaringan peredarannya secara gelap.
Pengguna Narkoba
untuk kawula muda, pelajar dan mahasiswa juga akan terus meningkat.
Lingkungan dan pola interaksi sangat memungkikan bagi mereka untuk
terjaring Narkoba. Hadirnya alat komunikasi yang bisa mengakses aib dan
aurat menjadi transparan, sangat berpotensi membangkitkan sakhwat dan
hayali mereka. Ketika nafsu sudah berbicara, maka apa pun bisa jadi.
Sebagian di antaranya akhirnya memilih penyaluran lewat jalur Narkoba.
Allahu Akbar 2x Walillahilhamdu
Ikhwani Kaum Muslimin yang Berbahagia
Tidak ada kata terlambat, sekarang kita harus bangkit menyelamatkan
mereka. Hal paling perioritas dari nilai-nilai pendidikan Ibrahim yang
harus menjadi pola hari ini adalah bi’ah atau penciptaan lingkungan
yang mendidik. Lingkungan pendidikan harus bebas dari virus aqidah dan
akhlaq. Perlu suaka generasi (kawasan steril) buat perkembangan dan
pertumbuhan setiap anak.
Para orang tua dan pengelola pendidikan
hari ini harus mencontoh keberanian Ibrahim dan Siti Hajar dalam
mengamankan Ismail jauh dari lingkungan buruk. Harus ada benteng yang
kuat untuk mengamankan anak kita dari pengaruh narkoba, judi, seks bebas
dan kekerasan. Melepas anak berada dalam lingkungan yang buruk seperti
ini, berarti kita telah menghancurkan masa depan mereka.
Desain
pendidikan memang harus jauh dari segala keburukan. Lingkungan yang
buruk sangat berpotensi merusak akhlaq dan kepribadian anak. Rasulullah
SAW telah memberikan rambu-rambu agar menghidari setiap orang atau
lingkungan yang bisa berpengaruh negatif terhadap jiwa kita. Sebagaimana
sabda beliau:
Iyyaaka waqariinassu’ fainnaka bihi tu’rafu “Hindari
olehmu bergaul dengan orang jahat karena kamu akan dikenal dengan
kejahatannya” (Al-hadits)
Ada kesalahan kita dalam menilai
keberhasilan anak-anak kita. Terkadang kita sangat bangga ketika anak
kita meraih juara olimpiade sains atau menjadi siswa teladan dalam
prestasi akademik. Namun kita jarang menghubungkan prestasi mereka
dengan akhlaq dan kepribadiannya. Maka menjadi lumrah kita dapatkan,
anak-anak cerdas secara intlektual dan skill tinggi tapi ibadah, akhlaq
dan kepribadiannya sangat memprihatinkan.
Anak didik kita hari ini
adalah pemimpin bangsa di masa datang. Di pundak mereka terpikul nasib
bangsa ini. Kalau mereka baik maka selamatlah bangsa ini, tapi kalau
mereka rusak maka bangsa ini tinggal menunggu kehancurannya. Untuk itu,
sekali lagi mari kita antar mereka menjadi generasi shaleh, yaitu
generasi yang beriman, cerdas dan berakhlaq mulia. Integritas seperti
inilah yang dimiliki Ismail a.s. sehingga bisa mempersembahkan yang
terbaik untuk Allah SWT dan menjadi warisan sejarah generasi berikutnya.
Di
akhir khutbah ini, dengan penuh khusyu’ dan tadarru, kita berdo’a
kepada Allah SWT semoga perjalanan hidup kita senantiasa terhindar dari
segala keburukan yang menjerumuskan umat Islam. Semoga dengan do’a ini
pula, kiranya Allah SWT berkenan menyatukan kita dalam kebenaran
agama-Nya dan memberi kekuatan untuk memenangkannya. Amin Ya Robbal
‘Alamain