Pendidikan merupakan salah satu unsur yang sangat penting terhadap
pembentukan karakter dan pembangun peradaban suatu bangsa. Setidaknya
ada tiga faktor pembentukan sebuah peradaban yaitu pandangan hidup (worldview), ilmu pengetahuan (science) dan salah satunya adalah pendidikan (education). Kaitan antara ketiga faktor tersebut merupakan vicious circle
(lingkaran setan). Artinya pandangan hidup dapat lahir dan berkembang
dari akumulasi ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses
pendidikan.
Islam dan Barat memiliki pandangan berbeda mengenai
pendidikan. Paham rasionalisme empirisme, humanisme, kapitalisme,
eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya yang berkembang di
Barat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Ini
jauh berbeda dengan Islam yang memiliki al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad
para ulama sebagai konsep pendidikannya. Hal inilah yang membedakan ciri
pendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan Islam. Masing-masing
peradaban ini memiliki karakter yang berbeda sehingga out put yang
‘dihasilkan’ pun berbeda.
Tokoh pendidikan Barat, John Dewey
mengatakan bahwa Pendidikan suatu bangsa dapat ditinjau dari dua segi;
pertama, dari sudut pandang masyarakat (community perspective), dan kedua, dari segi pandangan individu (individual perspective).
Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan
dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap
berlanjutan. Sedangkan dari sudut pandang individu, pendidikan berarti
pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi.
Jadi,
Pendidikan merupakan sebuah proses, bukan hanya sekedar mengembangkan
aspek intelektual semata atau hanya sebagai transfer pengetahuan dari
satu orang ke orang lain saja, tapi juga sebagai proses transformasi
nilai dan pembentukan karakter dalam segala aspeknya. Dengan kata lain,
pendidikan juga ikut berperan dalam membangun peradaban dan membangun
masa depan bangsa.
Pengertian Pendidikan Islam
Dr. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan manusia seutuhnya (whole human education);
akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya.
Sedangkan Prof. Dr. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai
proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan
pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Islam
yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad mengandung implikasi
kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin. Di
dalamnya terkandung suatu potensi yang mengacu kepada dua fenomena
perkembangan , yaitu:
1. Potensi psikologis yang mempengaruhi
manusia untuk menjadi sosok pribadi yang berkualitas bijak dan
menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.
2.
Potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai ‘khalifah’ di muka bumi
yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitarnya,
baik yang alamiah maupun yang ijtima\’iyah dimana Tuhan menjadi potensi
sentral perkembangannya.
Dari pendapat dua tokoh Islam diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan Islam, bukan hanya
mementingakan pembentukan pribadi untuk kebahagiaan dunia, tetapi juga
untuk kebahagiaan di akhirat. Lebih dari itu, pendidikan Islam berusaha
membentuk pribadi yang bernafaskan ajaran-ajaran Islam, sehingga
pribadi-pribadi yang terbentuk itu tidak terlepas dari nilai-nilai
agama. Hal ini mendorong perlunya mengetahui tujuan-tujuan pendidikan
Islam secara jelas.
Adapun tujuan-tujuan pendidikan yang dimaksud adalah perubahan-perubahan pada tiga bidang asasi, yaitu :
a.
Tujuan-tujuan individual, seperti pertumbuhan yang diinginkan pada
pribadi mereka, serta pada persiapan yang dimestikan kepada mereka pada
kehidupan dunia dan akhirat.
b. Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan keseluruhan tingkah laku masyarakat umumnya.
c.
Tujuan-tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan
pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu
aktifitas di antara aktifitas-aktifitas masyarakat.
Meskipun
demikian tujuan akhir sebuah pendidikan Islam tidak lepas dari tujuan
hidup seseorang Muslim. Karena Pendidikan Islam itu hanyalah suatu
sarana untuk mencapai tujuan hidup Muslim, bukan tujuan akhir. Dan
tentunya tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai tentunya harus
berangkat dari dasar-dasar pokok pendidikan dalam ajaran Islam, yaitu
keutuhan (syumuliah), keterpaduan, kesinambungan, keaslian, bersifat
praktikal, kesetiakawanan dan keterbukaan. Dan yang paling penting
adalah tujuan pendidikan tersebut dapat diterjemahkan secara operasional
ke dalam silabus dan mata pelajaran yang diajarkan di berbagai tingkat
pendidikan, rendah, menengah dan perguruan tinggi, malah juga pada
lembaga-lembag pendidikan non formal.
Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam mempunyai beberapa karakteristik yaitu pertama, Penguasaan Ilmu Pengetahuan. Ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu pengetahuan bagi setiap Muslim dan muslimat. Kedua, Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan dikembangkan kepada orang lain. Ketiga, penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Keempat, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, hanyalah untuk pengabdian kepada Allah dan kemaslahatan umum. kelima, penyesuaian terhadap perkembangan jiwa, dan bakat anak. keenam, pengembangan kepribadian serta penekanan pada amal saleh dan tanggung jawab.
Dengan
karakteristik-karakteristik pendidikan tersebut tampak jelas keunggulan
pendidikan Islam dibanding dengan pendidikan lainnya. Karena,
pendidikan dalam Islam mempunyai ikatan langsung dengan nilai-nilai dan
ajaran Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupannya.
Pengertian Pendidikan Barat
Ilmu
yang dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan pemikiran
falsafah mereka yang dituangkan dalam pemikiran yang bercirikan
materialisme, idealisme, sekularisme, dan rasionalisme. Pemikiran ini
mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu sendiri. René
Descartes misalnya, tokoh filsafat Barat asal Prancis ini menjadikan
rasio sebagai kriteria satu-satunya dalam mengukur kebenaran.
Selain
itu para filosof lainnya seperti John Locke, Immanuel Kant, Martin
Heidegger, Emillio Betti, Hans-Georg Gadammer, dan lainnya juga
menekankan rasio dan panca indera sebagai sumber ilmu mereka, sehingga
melahirkan berbagai macam faham dan pemikiran seperti empirisme,
humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan
lainnya, yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin keilmuan, seperti
dalam filsafat, sains, sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, dan
lainnya
Menurut Syed Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat
tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di
atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang
terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk
rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan
moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah . Sehingga
dari cara pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan
ilmu-ilmu sekular.
Masih menurut al-Attas, ada lima faktor yang menjiwai budaya dan peradaban Barat, pertama, menggunakan akal untuk membimbing kehidupan manusia; kedua, bersikap dualitas terhadap realitas dan kebenaran; ketiga, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekular; empat, menggunakan doktrin humanisme; dan kelima, menjadikan
drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan
eksistensi kemanusiaan . Kelima faktor ini amat berpengaruh dalam pola
pikir para ilmuwan Barat sehingga membentuk pola pendidikan yang ada di
Barat.
Kesimpulan
Penjelasan tentang pendidikan Islam dan
Barat di atas memperlihatkan adanya kesenjangan pola berfikir yang
digunakan para ilmuwan mereka sehingga menghasilkan karakter yang
berbeda. Jika sumber dan metodologi ilmu di Barat bergantung sepenuhnya
kepada kaedah empiris, rasional dan cenderung materialistik serta
mengabaikan dan memandang rendah cara memperoleh ilmu melalui wahyu dan
kitab suci, maka metodologi dalam ilmu pengetahuan Islam bersumber dari
kitab suci al-Qur’an yang diperoleh dari wahyu, Sunnah Rasulullah saw,
serta ijtihad para ulama.
Jika Westernisasi ilmu hanya
menghasilkan ilmu-ilmu sekular yang cenderung menjauhkan manusia dengan
agamanya, maka Islamisasi ilmu justru mampu membangunkan pemikiran dan
keseimbangan antara aspek rohani dan jasmani pribadi muslim yang akan
menambahkan lagi keimanannya kepada Allah SWT. Wallahu a’lam bishawab